Wayang Purwa

Wednesday, June 20, 2012
wayang  kulit
Catatan MazNoer - Wayang Purwa. Dimasa yang lalu wayang purwa/kulit dipergunakan oleh masyarakat Jawa untuk keperluan ritual seperti upacara ruwatan (ruwatan adalah upacara yang diadakan untuk menolak bala - sial - yang dikarenakan secara alami seseorang dilahirkan dengan kondisi membawa kearah malapetaka - atau yang dipercaya akan membawa malapetaka - umpamanya: anak tunggal, anak kembar, anak lelaki yang diapit oleh dua anak perempuan dsb.).

Jelas bahwa wayang tidak lepas dari keseharian kehidupan manusia Jawa dimasa lalu (yang juga masih hidup di pedesaan masa kini) dalam ritus kehidupan sehari-hari.
Dipercaya bahwa budaya wayang sudah ada bahkan sebelum pengaruh agama Hindu datang dengan bukti adanya unsur panakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) yang tidak ada dalam cerita asli baik Ramayana ataupun Mahabharata

Walaupun basis cerita wayang adalah Ramayana dan Mahabharata tetapi dalam kenyataannya cerita yang dibawakan sudah bercampur / dirubah dengan cerita yang diperhalus dan disesuaikan dengan budaya Jawa, sebagai contoh :
1. Dewi Drupadi dalam cerita Mahabharata yang asli bersuami lima yaitu semua Pendawa Lima (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) dalam pewayangan diceritakan adalah hanya istri Puntodewo/Yudistira.

2. Gatutkaca adalah anak Bima yang raksasa di Mahabharata dan hanya muncul pada saat perang Baratayuda, dijadikan idola pahlawan yang gagah perkasa dalam pewayangan dengan berbagai cerita kesaktiannya dengan ajian seperti Brajamusti yang sampai saat ini masih bisa dipelajari dikalangan masyarakat Jawa.

3. Dalam Mahabharata tidak diceritakan bahwa masing-masing Pandawa Lima diberi daerah kekuasaan, didalam pewayangan diceritakan bahwa Arjuna punya teritorial namanya Madukara, Bima dari Jodipati, Gatutkaca dari Pringgodani dsb.

Dari indikasi di atas jelas bahwa cerita Ramayana dan terutama Mahabarata telah diberikan kandungan lokal sedemikan rupa sehingga mengalami internalisasi dan sangat dekat dengan masyarakat Jawa, termasuk memasukkan unsur panakawan didalamnya.

Bahkan dibeberapa tempat di Jawa diberi nama tempat yang mengesankan seolah-olah kejadian cerita Mahabharata itu memang betul-betul terjadi ditanah Jawa (sebagai contoh didaerah yang sekarang dijadikan waduk Sempor, Gombong, Jawa -Tengah, nama asli desa tersebut adalah Cicingguling yang oleh penduduk setempat dipercaya sebagai tempat dimana Bima berperang melawan Duryudana dengan menghantamkan gadanya dibagian pahanya sehingga Duryudana terpaksa menyisingkan kainnya/celananya - bahasa jawanya menyisingkan adalah cicing dan berguling- guling karena kesakitan, oleh karena itu desa tersebut diberi nama Cicingguling).

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
KOMENTAR
  • Maaf, kolom komentar dinonaktifkan sementara.

No comments

Silahkan berkomentar sesuai dengan artikel diatas dengan baik dan sopan!