Perkembangan Sosial Remaja

Monday, June 11, 2012
Catatan MazNoer - Perkembangan Sosial Remaja
    Remaja adalah perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas.
Pada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya.

           Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya.
Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.

    Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Seseorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang di alami remaja. Keadaan atau peristiwa ini oleh Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri seseorang adalah sesuatu yang kompleks.

Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya. Erickson mengemukakan bahwa perkembangan anak samapai jenjang dewasa melalui 8 (delapan) tahap dan perkembangan remaja ini berada pada tahap ke-enam dan ke-tujuh, yaitu masa anak ingin menentukan jati dirinya dan memilih kawan akrabnya. 

Sering kali anak menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak remaja yang amat percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Tidak seperti halnya pandangan Freud, kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual. Semua perilaku sosial didorong oleh kepentingan seksual.

    Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti morol, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik didalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum di hadapi oleh remaja dan paling rumit adalah faktor penyesuain diri. Di dalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing untuk tampil menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh karena itu, sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Tetapi sebaliknya di dalam kelompok itu terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikat oleh norma kelompok yang telah disepakati.

    Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi aturan kelompok. Sekalipun dalam hal-hal tertentu tindakan suatu kelompok kurang memperhatikan norma umu yang berlaku di dalam masyarakat, karena yang lebih diperhatikan adalah keutuhan kelompoknya. Di dalam mempertahankan dan melawan “serangan” kelompok lain, lebih dijiwai keutuhan kelompoknya tanpa memperdulikan objektivitas kebenaran.
  
Penyesuain diri di dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling menonjolkan diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan inteluktual yang tepat dan kemampuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hal hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah kepemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku sering menjadi masalah amat rumit. Pertimbangan masalah agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang lebih besar ( sesama agama atau sesama suku ).

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
KOMENTAR
  • Maaf, kolom komentar dinonaktifkan sementara.

No comments

Silahkan berkomentar sesuai dengan artikel diatas dengan baik dan sopan!